Membuang sampah pada tempatnya. Sangat sederhana dan mudah; tapi sulit sekali dijadikan "budaya" bagi masyarakat kebanyakan, terutama di kota-kota besar. Sangat mudah menemukan serakan dan tumpukan sampah berbagai rupa, di antaranya di Jakarta.
Sudah banyak produk perundangan, baik di tingkat nasional atau setempat melalui peraturan daerah, diberlakukan untuk menggiring kebiasaan membuang sampah itu bisa konsisten dilakukan masyarakat. Efektivitasnya masih menjadi tanda tanya besar dan bisa dibilang belum berarti secara signifikan.
Salah satu indikasinya adalah "perubahan peruntukan" sungai dan kali di kota-kota besar, yang menjadi "tempat sampah besar" bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai atau kali-kali itu. Alhasil, banjir dan pencemaran lingkungan menjadi paket hidup yang memperburuk kualitas hidup manusia.
Itulah sekelumit materi diskusi yang berkembang dalam CEO Breakfast, di Jakarta, Rabu. Hadir sejumlah pemimpin puncak dan pemilik perusahaan besar dalam diskusi yang temanya berintikan penanggulangan sampah dan pemanfaatan komunitas serta cara perusahaan dalam menunaikan tanggung jawab sosialnya terkait sampah dan limbah.
CEO Breakfast digagas Indonesian Business Link, PT Danone Aqua, dan Kantor Berita ANTARA. Sudah sangat jamak pada masa kini tiap perusahaan turut menganggap penting melestarikan bisnis dengan cara turut menjaga kelestarian lingkungan dengan komunitas masyarakatnya. Ini juga menjadi paradigma baru bisnis yang sesuai dengan konsep konservasi lingkungan dan memajukan masyarakat.
Sebetulnya, cara-cara menuju ke sana itu bisa dilakukan secara sederhana saja. Botol kemasan air mineral, sebagai contoh kecil, dibuat memakai bahan plastik dengan formulasi baru yang lebih akrab lingkungan pula lebih tipis tanpa mengurangi ketangguhan, sehingga bisa mengurangi biaya produksi.
Dari botol air mineral itu, jika isinya sudah dikonsumsi, bisa dimanfaatkan (lagi) untuk keperluan berbeda. Misalnya untuk menyimpan bahan-bahan cair yang tidak melarutkan plastik penyusunnya. "Misalnya untuk menyimpan air cadangan radiator mobil," kata seorang petinggi perusahaan yang hadir dalam gelaran itu.
Kembali ke cara membuang sampah. Kebanyakan tempat sampah di Indonesia masih sangat seadanya dan tidak menggugah orang untuk mau membuang sampah di dalamnya, padahal pemerintah setempat telah mengeluarkan biaya cukup besar untuk membeli tempat-tempat sampah itu.
Kini ada RVM alias Reverse Vending Machine. Ini adalah mesin gabungan teknologi mekanis dan elektronika yang dikemas dalam bentuk menarik untuk mencacah botol-botol bekas kemasan air mineral. Lebih canggih lagi, bisa memberi "balas jasa" kepada orang yang membuang botol plastik bekas itu berupa uang logam!
Menurut pihak yang mendatangkan mesin ini --baru ada dua di Indonesia, yang satu lagi dipasang di Ruang Diorama Monumen Nasional, Jakarta Pusat-- bentuk "balas jasa" itu bisa berupa-rupa. Cara memakai mesin ini sangat mudah, botol bekas air kemasan itu dipindai di titik yang telah disediakan, setelah semuanya oke, masukkan botol itu ke dalam mulut yang disediakan.
Sudah banyak produk perundangan, baik di tingkat nasional atau setempat melalui peraturan daerah, diberlakukan untuk menggiring kebiasaan membuang sampah itu bisa konsisten dilakukan masyarakat. Efektivitasnya masih menjadi tanda tanya besar dan bisa dibilang belum berarti secara signifikan.
Salah satu indikasinya adalah "perubahan peruntukan" sungai dan kali di kota-kota besar, yang menjadi "tempat sampah besar" bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai atau kali-kali itu. Alhasil, banjir dan pencemaran lingkungan menjadi paket hidup yang memperburuk kualitas hidup manusia.
Itulah sekelumit materi diskusi yang berkembang dalam CEO Breakfast, di Jakarta, Rabu. Hadir sejumlah pemimpin puncak dan pemilik perusahaan besar dalam diskusi yang temanya berintikan penanggulangan sampah dan pemanfaatan komunitas serta cara perusahaan dalam menunaikan tanggung jawab sosialnya terkait sampah dan limbah.
CEO Breakfast digagas Indonesian Business Link, PT Danone Aqua, dan Kantor Berita ANTARA. Sudah sangat jamak pada masa kini tiap perusahaan turut menganggap penting melestarikan bisnis dengan cara turut menjaga kelestarian lingkungan dengan komunitas masyarakatnya. Ini juga menjadi paradigma baru bisnis yang sesuai dengan konsep konservasi lingkungan dan memajukan masyarakat.
Sebetulnya, cara-cara menuju ke sana itu bisa dilakukan secara sederhana saja. Botol kemasan air mineral, sebagai contoh kecil, dibuat memakai bahan plastik dengan formulasi baru yang lebih akrab lingkungan pula lebih tipis tanpa mengurangi ketangguhan, sehingga bisa mengurangi biaya produksi.
Dari botol air mineral itu, jika isinya sudah dikonsumsi, bisa dimanfaatkan (lagi) untuk keperluan berbeda. Misalnya untuk menyimpan bahan-bahan cair yang tidak melarutkan plastik penyusunnya. "Misalnya untuk menyimpan air cadangan radiator mobil," kata seorang petinggi perusahaan yang hadir dalam gelaran itu.
Kembali ke cara membuang sampah. Kebanyakan tempat sampah di Indonesia masih sangat seadanya dan tidak menggugah orang untuk mau membuang sampah di dalamnya, padahal pemerintah setempat telah mengeluarkan biaya cukup besar untuk membeli tempat-tempat sampah itu.
Kini ada RVM alias Reverse Vending Machine. Ini adalah mesin gabungan teknologi mekanis dan elektronika yang dikemas dalam bentuk menarik untuk mencacah botol-botol bekas kemasan air mineral. Lebih canggih lagi, bisa memberi "balas jasa" kepada orang yang membuang botol plastik bekas itu berupa uang logam!
Menurut pihak yang mendatangkan mesin ini --baru ada dua di Indonesia, yang satu lagi dipasang di Ruang Diorama Monumen Nasional, Jakarta Pusat-- bentuk "balas jasa" itu bisa berupa-rupa. Cara memakai mesin ini sangat mudah, botol bekas air kemasan itu dipindai di titik yang telah disediakan, setelah semuanya oke, masukkan botol itu ke dalam mulut yang disediakan.
Komunitas & Citizen Journalist Sulawesi Utara ::: CyberSulut.com :::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar